Langsung ke konten utama

Karena Pemerataan Ekonomi adalah Bagian Dari Kemakmuran

Indonesia saat ini telah memasuki era globalisasi. Pertumbuhan ekonomi kembali membaik pasca krisis moneter pada tahun 1998 silam. Bahkan PDB Indonesia saat ini merupakan yang terbesar di kawasan ASEAN, walaupun pendapatan perkapitanya masih lebih rendah dibanding negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand, yaitu sebesar  US$ 3.371,1 per tahun (Data Badan Pusat Statistik 2015).

Berbicara mengenai pendapatan, tentu saja berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Namun apakah pendapatan perkapita yang tinggi menjamin masyarakatnya hidup makmur?
Menurut Badan Pusat Statistik, Pada bulan Maret 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia diperkirakan sebesar 28,01 juta jiwa atau sekitar 10,86% dari jumlah penduduk.

Ini salah satu bukti bahwa pendapatan perkapita yang tinggi bukanlah satu-satunya indikator kemakmuran masyarakat, namun juga harus ada pemerataan dan mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin di negeri ini.

Salah satu indikator penting untuk mengukur pemerataan pendapatan masyarakat adalah Gini Ratio.

Menurut Badan Pusat Statistik, Pada Maret 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,397. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2015 yang sebesar 0,408 dan Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,402.

Gini Ratio? Apa tuh?

Jadi begini, Gini Ratio itu adalah salah satu ukuran statistik yang digunakan untuk mengukur pemerataan pendapatan. Rentang skala nya berada di antara 0 hingga 1, di mana 0 berarti pemerataan sempurna, dan 1 berarti kesenjangan sempurna.

Masih bingung?

Oke, kalau begitu coba lihat ilustrasi di bawah ini.

“Bapak Budi punya 4 orang anak, sebut saja Andi, Chacha, Dina, dan satunya lagi Budi. Nah ceritanya Bapak Budi ini pulang kerja dan bawa gorengan sebanyak 8 biji.”

Konsepnya pertamanya begini :

Bapak Budi kemudian membagi-bagi gorengan tersebut kepada empat anaknya, seperti ini :
Andi : 2 gorengan
Chacha : 2 gorengan
Dina : 2 gorengan
Budi : 2 gorengan
Total : 8 gorengan.

Sama rata kan? Nah ilustrasi di atas adalah salah satu contoh pemerataan sempurna.

Gini Ratio = 0

Kemudian konsep kedua :

Bapak Budi Karena saking sayangnya sama Budi, lalu semua gorengannya dikasih sama Budi semua, seperti ini :

Andi : 0 gorengan
Chacha : 0 gorengan
Dina : 0 gorengan
Budi : 8 gorengan.
Total 8 gorengan.

Lalu apa kesimpulannya? Bapak Budi gak adil? Pilih kasih? Eitss… tunggu dulu.
Nah kesimpulannya adalah, ilustrasi di atas adalah salah satu contoh ketimpangan atau kesenjangan sempurna. Dimana semua gorengan dikuasai oleh Budi dan yang lainnya tidak dapat apa-apa.

Gini Ratio = 1.

Berdasarkan ilustrasi di atas, bagaimana pendapat Anda? Mungkin Anda akan langsung berpikir.

“Wah, Bapak Budi gak adil nih, pilih kasih.”
“Kasian dong anak yang lain gak kebagian.”

Iya, bisa jadi. Namun ada juga mungkin faktor lain, seperti misal 

“Budi nya pelit, gamau bagi-bagi.”, 
“Budinya duluan habisin gorengan, jadi yang lain gak sempat makan.”

Nah… kalau dalam konsep ekonomi makro. Ayah Budi itu diibaratkan adalah “Pemerintah, Badan Usaha, dll.” yang bertindak sebagai pemberi pendapatan. Sedangkan anak-anaknya adalah “Masyarakat, Produsen, dll.” Yang bertindak bagai penerima penghasilan.

Untuk menghitung Gini Ratio, biasanya digunakan kurva lorenz yang mungkin nanti akan dibahas pada postingan mendatang.

Nah, faktanya. Di dunia ini gak ada lho negara yang punya Gini Ratio = 0 atau semua masyarakatnya punya penghasilan yang sama. Demikian juga negara yang punya Gini Ratio = 1, juga gak pernah ada.

Namun sistem ekonomi negara, juga berpengaruh terhadap pemerataan pendapatan ini. Misalnya negara maju cenderung memiliki Gini Ratio mendekati 0, sedangkan negara berkembang cenderung memiliki Gini Ratio mendekati 1. Contohnya bisa dilihat pada peta di bawah ini.


Dapat dilihat bahwa negara-negara maju cenderung memiliki Gini Ratio dibawah 0,4 (warna hijau), seperti di Eropa, Jepang, Australia. Namun ada juga lho negara berkembang yang memiliki Gini Ratio rendah seperti India, Ethiopia, dll. Walaupun mereka juga memiliki pendapatan perkapita yang kecil.

Kemudian, jika dilihat dari peta diatas. Justru ketimpangan ekonomi (Gini Ratio > 0,4, warna merah) banyak terdapat pada negara-negara di Afrika, Amerika Latin. Bahkan Amerika yang selama ini dianggap sebagai negara maju ternyata juga masih memiliki kesenjangan ekonomi yang tinggi. Salah satu negara dengan Gini Ratio tertinggi adalah Afrika Selatan (Gini Ratio = 0,643) di mana di sana masih banyak terdapat diskriminasi terhadap kaum minoritas dalam ekonomi.
Kesenjangan Ekonomi di Afrika Selatan, Kiri adalah rumah masyarakat kelas menengah ke atas, kanan adalah rumah masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kesenjangan ekonomi di Brasil


Indonesia saat ini memiliki Gini Ratio sebesar 0,397 pada bulan Maret 2016. Angka ini turun sebesar 0,05 dibandingkan Gini Ratio September 2015 yang sebesar 0,402. (Data Badan Pusat Statistik). Walaupun turun, namun ini membuktikan bahwa kesenjangan ekonomi masih ada di negeri ini dan diharapkan akan terus turun dan pemerataan pembangunan semakin nyata.

Harapan untuk negara ini :
Negeri ini kaya, sangatlah kaya. Namun hanya untuk segelintir rakyatnya. Masih banyak rakyatnya yang miskin, kelaparan. Sedangkan yang lain masih sibuk memperkaya dirinya sendiri.  Ayo, kita semua bergandeng tangan. Bantu Saudara-Saudara kita yang masih kekurangan, hilangkan ego dan ketamakan. Niscaya negeri ini akan makmur kalau semua bisa merasakan kesejahteraan yang merata.


Created by Muhammad Ridhoni, Desember 2016.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menghitung Rata-Rata Umur Kawin Pertama (UKP)

Assalamualaikum. Halo gaess, selamat malam semuanya. Berjumpa kembali dengan saya, setelah sekian lama tidak muncul di blog ini, hiks hiks. Nah kali ini saya ingin sedikit berbagi ilmu tentang kependudukan, dan kali ini kita akan membahas tentang perkawinan. PERKAWINAN? Yup, Tentunya kalian semua pasti udah tahu kan kata di atas? Siapa yang pengen kawin hayo? Tentunya kalian semua juga pengen kawin iya kan? hehehe. Tapi calonnya udah ada belum? wkwk. (upss). Udah, gak usah baper, wkwk. Nah kali ini saya boleh tanya? Kalian sendiri udah punya rencana mau nikah/kawin pas umur berapa? 20 tahun? 25 tahun? atau 30 tahun? Hmm... Tentunya setiap orang punya pertimbangan masing-masing ya. Ada yang pengen cepat-cepat nikah, ada yang belum nikah karena masih kerja, kuliah, dsb.  Nah dari sini kita ingin mencoba menganalisis kira-kira berapa sih umur ideal untuk menikah? Yuks, cekidot. Menurut UU No. 1 Tahun 1974. Umur minimal menikah di Indonesia adalah 16 tahun untuk perempua

Ninja Saga | Tips Lulus Ujian Chunin

Apakah Anda suka bermain game Ninja Saga di Facebook ? Apabila Anda bermain Ninja Saga dan Anda telah mencapai level 20 jangan bingung jika XP Anda tidak bertambah,  Mengapa XP Anda tidak bertambah ketika Ninja Saga Anda telah mencapai level 20? Karena Anda harus menyelesaikan Ujian Chunin atau Chunin Exam. di sini Anda akan melewati 5 part untuk menyelesaikannya. 

Cara Membuat Piramida Penduduk Dengan SPSS

Selamat datang Kali ini saya ingin berbagi ilmu tentang statistik yaitu tentang piramida penduduk.  Udah tahu piramida penduduk kan? Iya, piramida penduduk adalah grafik yang menggambarkan keadaan penduduk di suatu wilayah berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin.  Dari piramida penduduk kita dapat mengamati perbandingan kelompok umur usia muda, produktif, dan tua. Selain itu juga dapat mengamati perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan kelompok umur. Oke langsung saja kita masuk ke pembahasan.. Langkah pertama, kita cari dulu data penduduknya. Kali ini saya menggunakan data Sensus Penduduk 2010 Provinsi Kalimantan Selatan Data Sensus Penduduk 2010 Kemudian, buka program SPSS dan masuk ke menu Variable View. Lalu akan muncul tampilan seperti berikut Pada baris pertama, isikan Name dengan Penduduk, Type : Numeric, Decimals : 0, Measure : Scale Kemudian pada baris kedua, isikan Name dengan Sex atau Jenis_Kelamin,