Langsung ke konten utama

11 Juni 1983, Fenomena Gerhana Matahari Total di Indonesia.

Di era informasi yang semakin terbuka seperti saat ini, kita bisa mendapatkan, menyaring dan membandingkan informasi yang kita terima. Hal ini agak berbeda dengan tiga puluh tahun yang lalu, ketika jaman orde baru, saat informasi lebih bersifat satu arah. Informasi yang bisa dan boleh dipercaya haruslah sesuai apa kata Departemen Penerangan.



Saat ini masyarakat bisa dengan bebas mendapatkan informasi dari sumber yang beragam. Hal ini bisa membuat sebuah peristiwa bisa demikian fenomenal atau justru sebaliknya, menjadi biasa-biasa saja. Seperti halnya peristiwa gerhana matahari, baik yang sebagian, cincin atau total. Sudah beberapa kali peristiwa ini terjadi sehingga seperti tidak ada sensasinya lagi.


Perangko Gerhana Matahari Total, Juni 1983 (gambar dari colnect.com)

Dari sekian peristiwa gerhana matahari yang pernah Anda alami, adakah yang sangat fenomenal atau sangat berkesan bagi Anda ? Bagi saya pribadi adalah gerhana matahari total yang terjadi pada tanggal 11 Juni 1983, tepat 30 tahun yang lalu. Mengapa gerhana matahari tahun 1983 begitu istimewa ?

Beberapa hari sebelum kejadian sudah diberitakan di koran, radio dan TVRI bahwa akan terjadi gerhana matahari total yang melewati sebagian wilayah Indonesia. Diberitakan bahwa para ahli astronomi Indonesia sudah menghitung daerah mana saja yang dilewati, dari jam berapa sampai jam berapa gerhana akan terjadi. Bahkan juga dijelaskan bahwa gerhana matahari total ini diperkirakan hanya akan terjadi sekitar 300 tahun sekali di tempat yang sama.

Bagi saya, yang waktu itu baru duduk di klas 2 SMP, informasi semacam ini tentu saja masuk kategori informasi yang sangat “canggih”. Sehingga masih terus “nempel di otak” sampai sekarang. Beberapa tahun kemudian baru saya ketahui, bahwa peristiwa gerhana -matahari atau bulan- sudah bisa dihitung dan ditentukan jauh-jauh hari sebelumnya.
Tahun 1983 adalah era informasi satu arah. Pemerintah melalui Deppen dengan gencar men-sosialisasi-kan bagaimana cara menghadapi gerhana matahari total. Masyarakat dihimbau untuk tidak melihat gerhana matahari secara langsung karena dapat mengakibatkan kebutaan. Masyarakat dihimbau untuk melihat gerhana matahari melalui TV yang akan disiarkan secara langsung melalui TVRI. Bumbu mitos btara kalayang makan matahari pun ikut dihembuskan untuk menambah kesan betapa seramnya peristiwa gerhana matahari total ini. Sebagai anak yang patuh kepada orang tua yang masih konservatif, tentu tidak ada pilihan lain selain mengikuti himbauan pemerintah ini. Suara dari para ahli astronomi untuk berpikir logis dan realistis dalam menyikapi peristiwa ini tentu saja kalah gaungnya dari suara pemerintah. Para ahli dan turis dari mancanegara berbondong-bondong datang ke Indonesia untuk menjadi saksi peristiwa ini, tapi rakyat sendiri malah disuruh ngumpet di rumah.



Ilustrasi Mitos Gerhana Matahari (gambar dari gudangkartun.blogspot.com)

Menanggapi sikap pemerintah yang dianggap konyol ini, sebagian ahli bahkan mengusulkan tanggal 11 Juni sebagai “Hari Pembodohan Nasional”. Sebagian masyarakat yang sudah lebih paham apa dan bagaimana gerhana matahari total, tentu saja tak mengindahkan himbauan tersebut.

Tanggal 11 Juni 1983 pagi, kami sekeluarga mengungsi ke rumah Paklik yang sudah memiliki TV meski masih hitam putih. Ruangan di depan TV penuh sesak. Ketika siaran langsung dimulai, kami semua menyimak dengan seksama. Apalagi yang menjadi narasumber acara siaran langsung tersebut seorang wanita Indonesia pertama yang berpredikat sebagai “ahli astronomi”. Narasumber yang sangat cantik itu bernama Karlina Supelli, Kepala Seksi Observasi Planetarium Jakarta.



Karlina Supelli Leksono (gambar dr komnasperempuan.or.id)

Belakangan Karlina Supelli lebih dikenal dengan nama Karlina Leksono karena menikah dengan wartawan senior Kompas, Ninok Leksono. Ikut demo di bundaran HI ketika harga susu melonjak naik. Wanita ini berhasil menginspirasi saya untuk mendaftar kuliah di jurusan astronomi ITB, meski akhirnya nggak diterima.
Ketika sudah memasuki fase gerhana, kami semakin berdebar menunggu apa yang akan terjadi. Siaran berpindah ke Candi Borobudur yang menjadi salah satu pusat pengamatan. Di sana terdapat seekor monyet yang diikat untuk diamati perilakunya ketika terjadi gerhana matahari total. Perlahan-lahan suasana berubah menjadi gelap. Perasaan merinding menghinggapi tubuh. Saya lihat keluar jendela, gelap gulita. Apalagi di lingkungan rumah paklik saya masih banyak rumah berdinding anyaman bambu (gedhek). Tidak ada yang menyalakan lampu. Terdengar ayam jantan berkokok, anjing menggonggong bahkan kelelewar pun ikut keluar. Luar biasa! Ketika gerhana berlalu, matahari kembali bersinar terang, kami -terutama anak-anak- bertepuk tangan. Horeeee !!!

Mungkin karena masih kecil, saya sendiri juga tidak tahu kenapa bertepuk tangan begitu gerhana matahari selesai dan matahari bersinar terang kembali.

Yang terakhir, gerhana matahari total tanggal 11 Juni 1983 ini bertepatan dengan tanggal 29 Sya’ban 1403 H. Siang gerhana malamnya sholat tarawih hari pertama karena esoknya, tanggal 12 Juni 1983, adalah hari pertama puasa Ramadhan 1403 H. Setelah itu sudah beberapa kali terjadi gerhana matahari, tapi sensasi dan kesannya tidak seheboh, sesensasional dan sefenomenal gerhana matahari total tahun 1983 tersebut.

Siaran Langsung TVRI Gerhana Matahari Total 11 Juni 1983

http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=y6pI6S1pV7A

Disadur dari : http://regional.kompasiana.com/2013/06/11/11-juni-30-tahun-yang-lalu-567519.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menghitung Rata-Rata Umur Kawin Pertama (UKP)

Assalamualaikum. Halo gaess, selamat malam semuanya. Berjumpa kembali dengan saya, setelah sekian lama tidak muncul di blog ini, hiks hiks. Nah kali ini saya ingin sedikit berbagi ilmu tentang kependudukan, dan kali ini kita akan membahas tentang perkawinan. PERKAWINAN? Yup, Tentunya kalian semua pasti udah tahu kan kata di atas? Siapa yang pengen kawin hayo? Tentunya kalian semua juga pengen kawin iya kan? hehehe. Tapi calonnya udah ada belum? wkwk. (upss). Udah, gak usah baper, wkwk. Nah kali ini saya boleh tanya? Kalian sendiri udah punya rencana mau nikah/kawin pas umur berapa? 20 tahun? 25 tahun? atau 30 tahun? Hmm... Tentunya setiap orang punya pertimbangan masing-masing ya. Ada yang pengen cepat-cepat nikah, ada yang belum nikah karena masih kerja, kuliah, dsb.  Nah dari sini kita ingin mencoba menganalisis kira-kira berapa sih umur ideal untuk menikah? Yuks, cekidot. Menurut UU No. 1 Tahun 1974. Umur minimal menikah di Indonesia adalah 16 tahun untuk perempua

Ninja Saga | Tips Lulus Ujian Chunin

Apakah Anda suka bermain game Ninja Saga di Facebook ? Apabila Anda bermain Ninja Saga dan Anda telah mencapai level 20 jangan bingung jika XP Anda tidak bertambah,  Mengapa XP Anda tidak bertambah ketika Ninja Saga Anda telah mencapai level 20? Karena Anda harus menyelesaikan Ujian Chunin atau Chunin Exam. di sini Anda akan melewati 5 part untuk menyelesaikannya. 

Cara Membuat Piramida Penduduk Dengan SPSS

Selamat datang Kali ini saya ingin berbagi ilmu tentang statistik yaitu tentang piramida penduduk.  Udah tahu piramida penduduk kan? Iya, piramida penduduk adalah grafik yang menggambarkan keadaan penduduk di suatu wilayah berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin.  Dari piramida penduduk kita dapat mengamati perbandingan kelompok umur usia muda, produktif, dan tua. Selain itu juga dapat mengamati perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan kelompok umur. Oke langsung saja kita masuk ke pembahasan.. Langkah pertama, kita cari dulu data penduduknya. Kali ini saya menggunakan data Sensus Penduduk 2010 Provinsi Kalimantan Selatan Data Sensus Penduduk 2010 Kemudian, buka program SPSS dan masuk ke menu Variable View. Lalu akan muncul tampilan seperti berikut Pada baris pertama, isikan Name dengan Penduduk, Type : Numeric, Decimals : 0, Measure : Scale Kemudian pada baris kedua, isikan Name dengan Sex atau Jenis_Kelamin,